Karya ini membahas dua kondisi sosial yang bertentangan: utopia dan distopia, melalui simbol-simbol seperti jantung dan borgol. Sisi kiri menggambarkan masyarakat sejahtera dengan simbol-simbol yang mencerminkan pendidikan, kesehatan, dan tempat tinggal yang layak, sementara sisi kanan menunjukkan kondisi masyarakat yang menderita dan terjebak dalam kejahatan. Penulis menghubungkan konsep ini dengan teori kriminologi yang menyatakan bahwa kondisi sosial yang buruk dapat meningkatkan tingkat kejahatan.
Dalam konteks ini, perspektif teori kriminologi posmodern memberikan dimensi tambahan dengan menggarisbawahi bahwa kejahatan tidak hanya merupakan pelanggaran hukum, tetapi juga konstruksi sosial yang dipengaruhi oleh konteks budaya, politik, dan ekonomi. Argumentasi yang diambil dari pidato Prof. Mustofa dan pandangan Dobson menambah kedalaman analisis, menunjukkan bahwa negara harus menciptakan kebijakan sosial yang jelas untuk mencapai kesejahteraan sebelum menindak pelaku kejahatan.
Naskah ini terstruktur dengan baik, namun perlu penulis perlu memperkuat transisi antarparagraf. Selain itu, untuk memperkuat argumen yang disampaikan, penulis sebaiknya menambahkan beberapa contoh kasus nyata yang mencerminkan hubungan antara kebijakan sosial, kesejahteraan, dan tingkat kejahatan. Misalnya, kasus pengurangan anggaran pendidikan di suatu daerah yang berujung pada peningkatan angka kejahatan remaja, atau penyediaan bantuan sosial bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan selama pandemi COVID-19.